Kamis, 01 Oktober 2015

Menentukan Pilihan Dengan Hati, Menuju Pendidikan Berkarakter



Menentukan Pilihan Dengan Hati, Menuju Pendidikan Berkarakter
Oleh: Nenden Theresia, M.Pd


Mengapa Menentukan Pilihan Dengan Hati?

Memilih dengan hati. Tampaknya ini merupakan ajakan bijak. Memilih dengan hati, mungkin dimaksudkan sebagai perwujudan sebuah tindakan sungguh-sungguh, dan tidak semata merupakan tindakan yang dihasilkan dari proses sembrono dan terburu-buru. Memilih dengan hati kadang dikaitkan dengan suara hati nurani, atau ‘hati kecil’. Banyak orang percaya suara hati adalah suara paling benar dan murni karena belum tercampur oleh pemikiran-pemikiran lain atau bujukan-bujukan dari luar hati.

Hati sering diikuti dengan kata ‘nurani’. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, hati nurani diartikan sebagai cahaya dari Tuhan. Oleh karena itu, hati nurani bersifat keilahian dan benar, dan dapat menjadikan tuntunan untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Hati dalam konteks ilmu sosial, termasuk dalam konteks pemilihan umum, bisa jadi dapat dikaitkan dengan perasaan, sebagai lawan dari pikiran atau juga rasionalitas. Perasaan dapat diasosiasikan dengan afeksi, dimensi dari sikap, yang merujuk pada dorongan internal untuk bertindak, yang melibatkan dimensi “suka-tidak suka”, “baik-buruk,” atau “indah-tidak indah”.

Mau makan apa, mau sekolah di mana, mau menikah dengan siapa, nyoblos siapa, membuka usaha apa, dan seterusnya. Semuanya serba pilihan. Karena itu, barangkali tidak berlebihan jika ada mengatakan bahwa belajar menentukan sebuah pilihan harus ditempatkan sebagai ilmu dasar yang mesti diberikan, dicari, dan dipelajari oleh siapa pun. Bahkan, jika perlu, pelajaran “menentukan memilih” bisa diajarkan secara khusus di sekolah-sekolah, pondok pesantren, dan bahkan perguruan tinggi. Kenapa? Agar tidak lebih banyak lagi orang kebingungan. Juga agar manusia tidak masuk ke dalam golongan tabi’isme (pengikut) alias mbebek, atau mengekor.

Tuhan telah membekali manusia dengan akal dan hati, tidak lain sebagai bekal kita dalam menentukan pilihan. Mau golongan hijau, kuning, merah, biru atau putih? Ya, golput juga sebuah pilihan. Melawan kemungkaran dengan tangan, mulut, atau sebatas hati, kita mau milih mana? Diam juga bagian dari pilihan.

Dalam menentukan pilihan, tentu kita tidak boleh hanya mengandalkan bantuan otak, baik otak kanan atau otak kiri. Jika hanya otak yang kita pakai, bisa jadi pilihan kita tergolong cerdas, tetapi tidak bijak. Sebab, sangat mungkin bukankah pilihan kita bergesekan, atau berbenturan dengan pilihan orang lain. Oleh karena itu, menentukan pilihan dengan hati akan mempengaruhi perkembangan kehidupan selanjutnya termasuk perkembangan dalam bidang pendidikan. Jika pilihan tersebut dilakukan berdasarkan hati, maka konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut yang salah satunya adalah Olah Hati (Spiritual and emotional development) dapat berpengaruh terhadap pendidikan karakter. Hasil konfigurasi Olah hati adalah terbentuknya karakter jujur dan bertanggung-jawab. Hal tersebut selaras dengan harapan kita terhadap karakter calon-calon pemimpin bangsa ini. Maka memilih dengan hati akan mengarahkan kita kepada pendidikan yang berkarakter.   


Menuju Pendidikan Berkarakter

A.      Konsep Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter  adalah  berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
 
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.



Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)  mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur  moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni:  perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

B.       Nilai-nilai Karakter
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan. Berikut adalah daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan diskripsi ringkasnya.

1.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
a.         Religius
Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

2.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
a.         Jujur
 Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat     dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain
b.         Bertanggung jawab
 Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana       yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
c.         Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
d.        Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e.         Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan  guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
f.          Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
g.         Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
h.         Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika  untuk  menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari  apa yang telah dimiliki.
i.           Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
j.           Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
k.         Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap pengetahuan.

3.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
a.         Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
b.         Patuh pada aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan  kepentingan umum.
c.         Menghargai  karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
d.        Santun
Sifat yang halus dan baik  dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
e.         Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

4.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
a.         Peduli sosial dan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

5.      Nilai kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
a.         Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
b.         Menghargai keberagaman
Sikap memberikan respek/ hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk  fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.

C.      Tahapan Pengembangan Karakter
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.

Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling  atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).

Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).

Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional (lihat Diagram 1).

Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk mengharagi nilai kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain affection atau emosi). Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut dengan “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan. Pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling), dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham. Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni
mengembangkan moral knowing, kemudian moral feeling, dan moral action. Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral dimiliki manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.





 





















Diagram 1. Keterkaitan komponen moral dalam pembentukan karakter



Pengembangan karakter sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Menurut Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Pendidikan karakter mestinya mengikuti langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro menterjemahkannya dengan kata-kata cipta, rasa, karsa.

D.      Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.   Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter
2.  Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku
3.       Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter
4.       Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian
5.        Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik
6.     Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses
7.       Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik
8.      Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama
9.  Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter
10.  Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter
11.  Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter posisitf dalam kehidupan peserta didik.
Peserta didik dapat dikatakan berkarakter kuat dan baik jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang telah ditanamkan dalam proses pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dan spiritual dalam kepribadiannya untuk menjalankan tugas dan kewajibannya mengelola alam (dunia) sehingga bermanfaat bagi kebaikan dirinya, keluarganya, masyarakat, dan alam semesta. Semua itu akan terwujud jika bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang berkarakter baik.

Tuhanlah Yang Maha membolak-balikkan hati manusia. Maka, ketika engkau dihadapkan dengan pilihan-pilihan, terutama pilihan-pilihan yang rumit, maka mintalah bimbingan Tuhan agar diberi jalan yang terbaik. Bangsa ini membutuhkan orang-orang yang memiliki hati. Kehadiran mereka bagaikan oasis segar di tengah padang gurun krisis sosial yang terjadi sekarang ini. Semoga kita senantiasa mendapatkan bimbingan Allah SWT dalam menentukan pilihan dengan hati. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar