Membimbing Anak Meraih Sukses
Dunia Akhirat Melalui program pendidikan keorangtuaan (Parenting Education)
Oleh : Nenden Theresia, S.Pd, M.Pd
Dosen Program Studi PG-PAUD FKIP Unila
A. Pendahuluan
Pembangunan PAUD adalah upaya sadar dan komitmen
untuk mewujudkan Anak Indonesia sesuai Harapan (AIH). Anak Indonesia Harapan memiliki sepuluh ciri utama (dasa citra anak Indonesia), yaitu 1)
beriman dan 2) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 3) berakhlak mulia, 4)
sehat, 5) cerdas, 6) jujur, 7) bertanggungjawab, 8) kreatif, 9) percaya diri,
dan 10) cinta tanah air.
Keseluruhan upaya pembinaan PAUD ditujukan untuk
mewujudkan sepuluh ciri tersebut pada setiap anak Indonesia. Melekatnya dasa
citra merupakan dasar untuk mengantar anak siap mengikuti pendidikan lebih
lanjut dan siap memasuki lingkungan yang lebih luas. Lebih jauh menjadi
fundamen terpenuhinya SDM Indonesia yang berkualitas da komponen investasi
pembangunan bangsa.
Pengertian PAUD Indonesia secara ekplisit dan
yuridis tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam pasal 1, butir 14, bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah “suatu
upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut”.
Penyelenggaraan PAUD di Indonesia bertumpu pada
lima layanan utama, yaitu: 1) TK (Taman Kanak-Kanak), 2) KB (Kelompok Bermain),
3) TPA (Tempat Penitipan Anak, 4) SPS (Satuan PAUD Sejenis), serta 5) PAUD
Bebasis Keluarga (PBK).
Kelima
bentuk dan jenis layanan PAUD dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
TK
(Taman Kanak-Kanak)
Bentuk
satuan PAUD yang menyelenggarakan program bagi anak usia 4 sampai dengan 6
tahun secara lebih terstruktur.
2.
KB
(Kelompok Bermain)
Bentuk
satuan PAUD yang menyelenggarakan program bagi anak usia 2 sampai dengan 4
tahun dengan toleransi sampai dengan 6 tahun, jika tempat tersebut belum
tersedia layanan TK.
3.
TPA
(Taman Penitipan Anak)
Bentuk
satuan PAUD yang menyelenggarakan program pendidikan dan pengasuhan bagi anak
usia 3 bulan sampai dengan 6 tahun.
4.
SPS
(Satuan PAUD Sejenis)
Bentuk-bentuk
pelayanan PAUD lainnya yang penyelenggaraannya dapat diintegrasikan dengan
berbagai layanan anak usia dini yang ada di masyarakat seperti Posyandu (Pos
Pelayanan terpadu), BKB (Bina Keluarga Balita), TPQ (Taman Pendidikan
Al-Qur’an), TAPAS (Taman Pendidikan Anak Soleh), Bina Anaprasi, PAK (Pembinaan
Anak Kristen), BIA (Bina Iman Anak Katolik), dan semua layanan anak usia dini
yang berada di bawah binaan lembaga agama lainnya; serta semua kelompok layanan
anak usia dini yang berada di bawah binaan organisasi wanita/organisasi
kemasyarakatan. Salah satu program SPS adalah Pos PAUD, yaitu program PAUD yang
diintegrasikan dengan layanan Psyandu dan BKB.
5.
PAUD
Berbasis Keluarga (PBK)
Bentuk
layanan PAUD yang diselenggarakan di keluarga. Fasilitas PAUD berbasis keluarga
dapat dilakukan melalui program pendidikan keorangtuaan (parenting education). Setiap satuan PAUD berkewajiban
menyelenggarakan program parenting
yang diselenggarakan di satuan PAUD yang dibinanya, dengan tujuan keselarasan
dan kesinambungan program antara perlakuan anak di satuan PAUD dan di rumah.
B. Pengasuhan
(parenting)
Mengapa pengasuhan penting artinya bagi
pembentukan kualitas anak? Mengapa setiap orangtua perlu memahami peran dan
bagaimana pengasuhan harus dilakukan? Apakah pengasuhan yang salah yang
menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak sehat? Bagaimana idealnya
pengasuhan dilakukan pada saat sekarang ini, saat dunia di sekitar keluarga
berubah menjadi “dunia yang tak dapat ditebak dan mungkin tidak aman, tidak
layak dan bahkan menakutkan bagi anak?” untuk itu perlu diketahui banyak hal
tentang pengasuhan ini, baik orangtua, calon orangtua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, LSM, maupun semua orang yang peduli pada anak, kualitas manusia dan
kesejahteraan manusia pada umumnya.
Pengasuhan disebut juga “parenting” adalah
proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki
usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orangtua biologis
dari anak), namun bila orangtua biologisnya tidak mampu melakukan pengasuhan,
maka tugas ini diambil oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek, dan kakek,
orangtua angkat, atau oleh institusi seperti panti asuhan (alternative care). Pengasuhan merupakan pengetahuan, pengalaman,
keahlian dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan, pemberian kasih sayang dan
pengarahan kepada anak. Pengasuhan adalah saat dimana orangtua memberikan
sumberdaya paling dasar kepada anak, pemenuhan kebutuhan anak, kasih sayang,
memberikan perhatian dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada anak.
Dengan demikian pengasuhan adalah bentuk
interaksi dan pemberian stimulasi dari orang dewasa di sekitar kehidupan anak.
Ini berarti anak adalah sebagai penerima stimulus yang kemudian memberikan
respon. Stimulus positiflah yang diharapkan berlangsung selama pengasuhan,
misalnya dengan mensosialisasikan kata-kata positif yang diperdengarkan kepada
anak sejak usia dini, mengajarkan anak tentang suatu konsep, mensosialisasikan
tentang peraturan dan sebagainya. Interaksi juga dapat diberikan dalam bentuk
sentuhan, gendongan, ciuman, pujian dan sebagainya yang mencerminkan ekspresi
emosi pengasuh yang timbal balik antara pengasuh dan anak.
Meskipun orangtua adalah pengasuh utama dan
sumberdaya utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, namun orangtua bukan satu-satunya
pengaruh yang membentuk perilaku anak. Hal ini karena teman (peer), media massa, masyarakat, dan
aneka kejadian (konflik, peperangan, kekerasan) pada masyarakat dimana anak
tinggal makanmemberikan pengaruhnya pula pada tumbuh kembang anak.
C. Apakah
sukses itu?
Kata sukses ini sudah menjadi sangat populer dan
sangat luas artinya. Beberapa tahun silam orang tua dan pendidik percaya bahwa
anak yang sukses adalah anak dengan rangking masuk lima besar. Suksesnya anak
lebih difokuskan pada kecerdasan intelegensia (IQ).
Sedangkan pada tahun-tahun terjadi perubahan
paradigma yang cukup serius pada saat beberapa ilmuan mengumumkan
penemuan-penemuan atas kecerdasan manusia. Seorang anak yang mendapatkan nilai
bagus akan menjadi terkenal di kalangan teman dan gurunya. Tapi anak yang
melakukan tugasnya di rumah juga dinilai sukses oleh orang tuanya. Seorang anak
yang jujur, berani dan peduli terhadap orang lain akan dinilai sukses juga,
walaupun mungkin dia tidak mendapat nilai bagus di sekolah atau sering melakukan
tugas rumahnya yaitu membuang sampah misalnya. Anak yang rajin beribadah
ternyata juga menjadi sorotan para guru dan menjadi bahan pembicaraan
teman-temannya bahkan meraih predikat sukses dari para orang tua murid.
Kesuksesan memang dipengaruhi oleh banyak
hal. Kita dapat membantu anak kita untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat
dalam berbagai segi kehidupan. Bagaimana orang tua dan pendidik mengerti
tentang potensi sembilan (9) kecerdasan seorang anak serta bagaimana sikap dan
tingkah laku orang tua dan pendidik dalam berinteraksi dengan anak ternyata
mempengaruhi kesuksesan seorang anak. Untuk meraih sukses juga ternyata tidak
hanya dipengaruhi oleh kecerdasan intelegensia belaka, namun memerlukan banyak
keahlian dan melibatkan berbagai bentuk kecerdasan selain IQ yaitu kecerdasan
emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
John Locke dengan teori Tabularasa berpendapat
bahwa “Child born like a sheet of white
paper a void of all characters”.
Ketika anak lahir, ia diumpamakan sebagai kertas putih yang bersih yang
belum ditulisi dengan bakat apapun. Jiwanya masih bersih dari pengaruh
keturunan, sehingga pendidik dapat membentukannya menurut kehendaknya. Jadi,
orang tua dan pendidik sangat berperan dalam pembentukan bakat, kecerdasan
maupun karakter anak.
Dengan demikian untuk sukses diperlukan juga
keinginan orang tua/pendidik untuk dapat sukses dalam mendidik yang kemudian
dapat sekaligus mendorong anak untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
D. Beberapa
Faktor yang Menyebabkan kesuksesan orang tua atau pendidik:
1.
Ramah
dan menjauhi sifat bengis.
2.
Hatinya
penuh kasih sayang.
3.
Tahu
bahwa disiplin adalah suatu proses pengajaran. Disiplin bukan hukuman.
4.
Tahu
bahwa tingkah laku dan emosi-emosinya mempengaruhi tingkah laku dan emosi-emosi
anak.
5.
Tahu
bahwa ia adalah contoh tanggungjawab.
6.
Selalu
memusatkan perhatian dan energi mereka pada segi-segi tingkah laku anak-anak.
7.
Senang
mengajarkan anak untuk berpikir sendiri.
8.
Senang
mengajarkan pengendalian diri.
9.
Selalu
membina harga dirinya dan menghormati harga diri anak karena ia tahu hal itu
penting untuk mengembangkan keyakinan diri dan daya tahan.
10.
Suka
belajar dari anak.
11.
Konsisten.
12.
Tenang
walaupun sedang marah dan sedapat mungkin menjauhi amarah.
13.
Dapat
mengantisipasi maslah.
14.
Tidak
membiarkan kenakalan mencegah mereka menikmati kelucuan anak-anak mereka.
15.
Keras
tapi positif.
16.
Mempunyai
rencana-rencana yang mengajarkan nilai-nilai.
17.
Membatasi
diri dalam memberikan nasihat yang baik.
18.
Kompak dalam mengasuh anak.
19.
Memahami
bahwa pendidik anak adalah tanggungjawab pribadi ayah dan ibu, bukan
tanggungjawab ‘kroyokan’ alias siapa saja yang sempat.
E. Dalam
Membantu Anak Meraih Sukses maka beberapa hal Berikut harus diketahui:
1.
Kenali
tanda-tanda adanya kehidupan cerdas dalam kehidupan sehari-hari anak Anda.
v Senang mengulang-ngulang lirik, sajak, lelucon, dan
cerita kata demi kata.
v Bersiul, bersenandung menyanyikan lagu-lagu iklan,
bergumam, mengeluarkan bunyi-bunyi aneh dari mulut atau mengoceh.
v Mengetuk-ngetukan jari, tongkat atau mainan secara
berirama.
v Menggambar di kaca kamar mandi yang beruap.
v Membongkar mainan.
v Mengkoleksi benda.
v Menciptakan dan bermain teman-teman khayalan
v Mengubah permainan dengan menerapkan aturan khusus.
v Meluncur dan berjingkrak-jingkrak dengan
menggunakan kaos kaki di lantai dapur.
v Beraksi di atas sepeda, papan luncur atau sepatu
roda.
v Memutar-mutar tombol radio untuk mencari acara
menarik.
v Menyususn balok kayu atau barang lain lalu
meruntuhkannya.
v Selalu ingin tahu cara kerja berbagai benda.
v Menirukan bunyi binatang, mesin atau suara-suara
aneh lainnya.
v Mengatur dan mendekorasi ulang sekelilingnya.
v Suka mendengar cerita yang sama berulang-ulang.
v Menciptakan tarian dengan iringan musik dari radio,
televisi atau CD.
v Mencapur ramuan-cairan gula atau busa sabun yang
dikocok hingga berbusa.
v Berteman dengan anak-anak yang lebih kecil dan
binatang atau memelihara binatang.
2.
Memanfaatkan
hasil penelitian yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun tentang cara anak
kita belajar:
v Anak-anak belajar melalui bermain. Pada masa
kanak-kanak bermain sama dengan bekerja.
v Anak-anak belajar melalui pengalaman langsung.
Melihat, menyentuh, merasakan, mencium, semuanya merupakan bentuk pembelajaran
dini yang baik.
v Anak belajar berkomunikasi dengan mengobrol.
v Anak-anak belajar dengan mencoba memecahkan masalah
sugguhan.
v Anak-anak tahu bahwa menyelidik dan menjelajah
bermanfaat untuk mereka. Kata kunci untuk itu adalah: “Bagaimana kalau....?”.
Aapa yang terjadi jika ....?
3.
Ketahuilah
berbagai bantuan yang bisa diberikan oleh orang tua/pendidik:
v Jadilah pendengar yang baik.
v Ajukan pernyataan yang bermutu, misalnya:
a.
Apa
yang membuatmu berpikir seperti itu?
b.
Apalagi
yang bisa kamu lakukan?
c.
Bagaimana
kamu bisa melakukan itu?
d.
Bagian
mana yang paling kamu sukai?
e.
Darimana
kamu mendapatkan gagasan itu?
v Jangan membantu apabila anak anda bisa melakukannya
sendiri. Biarkan mereka memutuskan sendiri, andaipun anda harus mengikat tangan
atau mengigit lidah.
v Hindari kritikan.
v Jadilah pengamat yang baik.
v Jadilah pemandu sorak yang baik (cheer leader)
4.
Sorotilah
tingkah laku yang baik
v Menggunakan umpan balik positif.
v Menghilangkan tingkah laku buruk dengan menyebutkan
tingkah laku yang seharusnya.
v Menggunakan dorongan.
5.
Jangan
berikan es krim dengan gratis.
v Reward berbentuk kegiatan.
v Reward yang nyata.
6.
Susun
bersama anak surat kontrak untuk satu sikap baik tertentu yang ingin dilatih
dalam bentuk diagram.
v Diagram untuk meningkatkan minat belajar di sekolah
(mengulang pelajaran, sikap belajar, mengerjakan PR, dll)
v Daftar periksa kegiatan harian (misalnya: sholat,
sikat gigi, memasukkan sepeda ke garasi, membereskan mainan, dll).
v Buat kontrak dan tandatangani oleh anak dan orang
tua dengan saksi baby sitter misalnya berapa lama anak mengerjakan sebuah tahap
sebelum mendapat reward.
F. Kecerdasan
Emosi
Mengasuh anak dengan kecerdasan emosi adalah jumlah
total apa yang kita lakukan yang dapat menciptakan keseimbangan lebih sehat
dalam rumah tangga dan hubungan dengan anak- anak. Tindakan kita harus
menekankan pentingnya perasaan serta dapat membantu kita dan anak-anak
mengatasi rangkaian emosi dan pengendalian diri, bukan dengan tindakan
implusif, serta tidak membiarkan diri kita terlalu terbawa perasaan. Mengasuh
anak dengan kecerdasan emosi membantu mewujudkan lingkungan yang positif, penuh
perhatian dan kaya akan peluang.
Daniel Goleman dalam bukunya “Emotional
Intelegence” berpendapat bahwa ‘kecerdasan emosional’ jauh lebih penting
daripada ‘kecerdasan akademik’ dalam mengembangkan kepribadian yang utuh. Dia
mengatakan bahwa kontribusi IQ dalam menentuka kesuksesan hidup maksimal 20%
sedangkan 80% sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain yang disebut
kecerdasan emosional. Pikiran positif dan negatif dapat juga menyebabkan
perubahan besar dalam cara otak memproses, menyimpan dan mengambil informasi.
Jadi emosi dapat mengubah kemampuan belajar anda.
Seorang ilmuwan lain yaitu Dr. Candace Pert
menemukan susunan molekul emosi yang efeknya ternyata tidak terbatas pada otak,
melainkan juga ke seluruh tubuh. Hal ini diperkuat dengan pernyataannya bahwa
memori (yang sangat penting dalam belajar) disimpan dalam seluruh bagian tubuh.
Dari mana pun informasi baru memasuki tubuh, apakah melalui penglihatan,
pendengaran, pengecapan, persentuhan dan pembauan, jejak memori tidak hanya
disimpan di dalam otak tetapi juga di dalam tubuh. Jadi dengan memdukan otot
dan otak maka proses belajar pun akan menjadi lebih mudah dan sederhana.
Berikut ini adalah 5 prinsip kecerdasan emosional
yang dapat kita coba lakukan untuk keluarga kita:
1.
Sadari
perasaan anda dan perasaan orang lain.
2.
Tunjukan
empati dan pahami pendapat orang lain.
3.
Atur
dan atasi dengan positif perilaku emosional dan implusif anda.
4.
Berorientasi
pada tujuan dan rencana positif.
5.
Gunakan
keterampilan sosial anda dalam menangani hubungan.
Kiat
meningkatkan kecerdasan emosi:
v Menanamkan disiplin, tanggung jawab dan kesehatan
emosional pada anak-anak.
v Menciptakan keluarga yang saling berbagi, peduli,
dan memecahkan masalah.
v Menggunakan tehnik berbicara agar anak berpikir.
v Pengarahan diri dan peningkatan diri.
v Mengurangi tindakan implusif dan peningkatkan
pengendalian diri dan keterampilan sosial.
G. Kecerdasan
Spiritual
Anak-anak terlahir fitrah sehingga dengan demikian
anak-anak dapat dikatakan sebagai makhluk spiritual. Secara alami mereka
memiliki apa yang selama bertahun-tahun kita coba peroleh kembali. Di
tahun-tahun belakangan ini kita sebagai orang tua lebih banyak tahu tentang
gizi dan pada generasi sebelum kita. Kita telah berhasil mengenali berbagai
gangguan belajar dan teknik-teknik pendidikan baru. Kita berikan fasilitas
terbaik yang kita mampu berikan pada buah hati kita. Namun, sering kita
mengabaikan inti kepribadian anak-anak kita yaitu spiritualis mereka.
Spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga
diri, nilai-nilai dan moral dan rasa memiliki. Spiritualitas memberi arah dan
arti pada kehidupan. Spiritualitas adalah kepercayaan akan adanya kekuatan
nonfisik yang lebih besar dari kekuatan diri kita, suatu kesadaran yang dapat
menghubungkan kita langsung dengan Allah Rabbul’Alamin.
Hakikat spiritual anak tercermin dalam kreativitas
tak terbatas, imajinasi yang luas, dan pendekatan terhadap kehidupan yang
terbuka dan gembira. Spiritualitas bukanlah sesuatu yang harus diajarkan kepada
seorang anak karena spiritualitas itu sudah ada di dalam dirinya.
Semua anak memulai kehidupan dengan rasa takjub
bawaan tentang dunia mereka. Mereka sangat intuitif dan terbuka secara alami.
Allah itu sama nyatanya bagi mereka seperti Ayah dan Ibu. Di mana ada
ketakjuban di sana ada spiritualitas. Hal-hal biasa menjadi luar biasa jika
kita menjalani hidup sebagai ibadah. Suatu perjalanan yang menggetarkan jiwa,
jika kita menghiasi rutinitas harian kita dengan keajaiban, jika kita
menghentikan hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari dan merayakan momen-momen kecil.
Kita menguatkan dan mengakui sifat bawaan anak-anak ketika kita ikut merayakan
kehidupan bersama mereka.
Mengasuh anak dengan spiritualitas bukan pekerjaan
yang kaku, rumit, dan memerlukan pengetahuan khusus. Tugas ini alami, nyaman,
dan dapat diterapkan dalam keluarga sehat manapun, dengan tampilan dan situasi
apapun. Orangtua yang penuh perhatian dan kasih sayang adalah orangtua yang
spiritual. Merawat visi, pengalaman, sensasi dan impian alami anak anda berarti
selalu membuka pintu untuk kegembiraan tak terbatas dan kehidupan spiritual
bagi seluruh anggota keluarga anda.
Spiritualitas ada dalam kehidupan rutin kita
bersama anak-anak. Peristiwa sehari-hari, percakapan saat makan malam, saat
mengantar anak tidur, saat mengantar atau menjemput anak sekolah, ini semua
berpotensi untuk menjadi saat-saat spiritual. Bayangkan pikiran anak anda
merekam setiap peristiwa dalam hidupnya, menyerap suasana lingkungannya.
Pengalaman ini tersimpan di alam bawah sadar dan jiwanya. Kita tidak dapat
memilih ingatan anak kita, tetapi ketika kita menerapkan pendekatan spiritual
dalam mengasuh, maka kita memperbesar kemungkinan bahwa ingatannya akan
memperkaya hidup dan jiwanya.
Berikut adalah sepuluh prinsip mengasuh anak dengan
kecerdasan spiritual:
1.
Tanamkan
bahwa Allah memperhatikan kita.
2.
Percaya
dan ajarkan bahwa semua kehidupan berhubungan dan bertujuan.
3.
Dengarkan
anak anda.
4.
Kata-kata
itu penting, gunakan dengan hati-hati.
5.
Izinkan
serta doronglah impian. Keinginan, dan harapan.
6.
Beri
sentuhan keajaiban pada hal-hal biasa.
7.
Ciptakan
struktur yang luwes.
8.
Jadilah
cermin positif bagi keluarga anda.
9.
Lepaskan
pergulatan yang menekan.
10.
Jadikan
setiap hari satu awal yang baru.
Kiranya
uraian di atas dapat memberikan sedikit wawasan bagi orangtua dan pendidik dalam
usaha mensukseskan anak dunia dan akhirat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar