Kamis, 01 Oktober 2015

Membimbing Anak Meraih Sukses Dunia Akhirat Melalui program pendidikan keorangtuaan (Parenting Education)



Membimbing Anak Meraih Sukses
Dunia Akhirat Melalui program pendidikan keorangtuaan (Parenting Education)
Oleh : Nenden Theresia, S.Pd, M.Pd
Dosen Program Studi PG-PAUD FKIP Unila

A.   Pendahuluan
   Pembangunan PAUD adalah upaya sadar dan komitmen untuk mewujudkan Anak Indonesia sesuai Harapan (AIH). Anak Indonesia Harapan memiliki sepuluh ciri utama (dasa citra anak Indonesia), yaitu 1) beriman dan 2) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 3) berakhlak mulia, 4) sehat, 5) cerdas, 6) jujur, 7) bertanggungjawab, 8) kreatif, 9) percaya diri, dan 10) cinta tanah air.
   Keseluruhan upaya pembinaan PAUD ditujukan untuk mewujudkan sepuluh ciri tersebut pada setiap anak Indonesia. Melekatnya dasa citra merupakan dasar untuk mengantar anak siap mengikuti pendidikan lebih lanjut dan siap memasuki lingkungan yang lebih luas. Lebih jauh menjadi fundamen terpenuhinya SDM Indonesia yang berkualitas da komponen investasi pembangunan bangsa.
   Pengertian PAUD Indonesia secara ekplisit dan yuridis tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 1, butir 14, bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah “suatu upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut”.
   Penyelenggaraan PAUD di Indonesia bertumpu pada lima layanan utama, yaitu: 1) TK (Taman Kanak-Kanak), 2) KB (Kelompok Bermain), 3) TPA (Tempat Penitipan Anak, 4) SPS (Satuan PAUD Sejenis), serta 5) PAUD Bebasis Keluarga (PBK).
Kelima bentuk dan jenis layanan PAUD dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      TK (Taman Kanak-Kanak)
      Bentuk satuan PAUD yang menyelenggarakan program bagi anak usia 4 sampai dengan 6 tahun secara lebih terstruktur.
2.     KB (Kelompok Bermain)
      Bentuk satuan PAUD yang menyelenggarakan program bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun dengan toleransi sampai dengan 6 tahun, jika tempat tersebut belum tersedia layanan TK.
3.     TPA (Taman Penitipan Anak)
      Bentuk satuan PAUD yang menyelenggarakan program pendidikan dan pengasuhan bagi anak usia 3 bulan sampai dengan 6 tahun.
4.     SPS (Satuan PAUD Sejenis)
      Bentuk-bentuk pelayanan PAUD lainnya yang penyelenggaraannya dapat diintegrasikan dengan berbagai layanan anak usia dini yang ada di masyarakat seperti Posyandu (Pos Pelayanan terpadu), BKB (Bina Keluarga Balita), TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an), TAPAS (Taman Pendidikan Anak Soleh), Bina Anaprasi, PAK (Pembinaan Anak Kristen), BIA (Bina Iman Anak Katolik), dan semua layanan anak usia dini yang berada di bawah binaan lembaga agama lainnya; serta semua kelompok layanan anak usia dini yang berada di bawah binaan organisasi wanita/organisasi kemasyarakatan. Salah satu program SPS adalah Pos PAUD, yaitu program PAUD yang diintegrasikan dengan layanan Psyandu dan BKB.
5.     PAUD Berbasis Keluarga (PBK)
      Bentuk layanan PAUD yang diselenggarakan di keluarga. Fasilitas PAUD berbasis keluarga dapat dilakukan melalui program pendidikan keorangtuaan (parenting education). Setiap satuan PAUD berkewajiban menyelenggarakan program parenting yang diselenggarakan di satuan PAUD yang dibinanya, dengan tujuan keselarasan dan kesinambungan program antara perlakuan anak di satuan PAUD dan di rumah.
B.   Pengasuhan (parenting)
    Mengapa pengasuhan penting artinya bagi pembentukan kualitas anak? Mengapa setiap orangtua perlu memahami peran dan bagaimana pengasuhan harus dilakukan? Apakah pengasuhan yang salah yang menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak sehat? Bagaimana idealnya pengasuhan dilakukan pada saat sekarang ini, saat dunia di sekitar keluarga berubah menjadi “dunia yang tak dapat ditebak dan mungkin tidak aman, tidak layak dan bahkan menakutkan bagi anak?” untuk itu perlu diketahui banyak hal tentang pengasuhan ini, baik orangtua, calon orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, LSM, maupun semua orang yang peduli pada anak, kualitas manusia dan kesejahteraan manusia pada umumnya.
    Pengasuhan disebut juga “parenting” adalah proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orangtua biologis dari anak), namun bila orangtua biologisnya tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek, dan kakek, orangtua angkat, atau oleh institusi seperti panti asuhan (alternative care). Pengasuhan merupakan pengetahuan, pengalaman, keahlian dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan, pemberian kasih sayang dan pengarahan kepada anak. Pengasuhan adalah saat dimana orangtua memberikan sumberdaya paling dasar kepada anak, pemenuhan kebutuhan anak, kasih sayang, memberikan perhatian dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada anak.
    Dengan demikian pengasuhan adalah bentuk interaksi dan pemberian stimulasi dari orang dewasa di sekitar kehidupan anak. Ini berarti anak adalah sebagai penerima stimulus yang kemudian memberikan respon. Stimulus positiflah yang diharapkan berlangsung selama pengasuhan, misalnya dengan mensosialisasikan kata-kata positif yang diperdengarkan kepada anak sejak usia dini, mengajarkan anak tentang suatu konsep, mensosialisasikan tentang peraturan dan sebagainya. Interaksi juga dapat diberikan dalam bentuk sentuhan, gendongan, ciuman, pujian dan sebagainya yang mencerminkan ekspresi emosi pengasuh yang timbal balik antara pengasuh dan anak.
    Meskipun orangtua adalah pengasuh utama dan sumberdaya utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, namun orangtua bukan satu-satunya pengaruh yang membentuk perilaku anak. Hal ini karena teman (peer), media massa, masyarakat, dan aneka kejadian (konflik, peperangan, kekerasan) pada masyarakat dimana anak tinggal makanmemberikan pengaruhnya pula pada tumbuh kembang anak.
C.   Apakah sukses itu?
   Kata sukses ini sudah menjadi sangat populer dan sangat luas artinya. Beberapa tahun silam orang tua dan pendidik percaya bahwa anak yang sukses adalah anak dengan rangking masuk lima besar. Suksesnya anak lebih difokuskan pada kecerdasan intelegensia (IQ).
    Sedangkan pada tahun-tahun terjadi perubahan paradigma yang cukup serius pada saat beberapa ilmuan mengumumkan penemuan-penemuan atas kecerdasan manusia. Seorang anak yang mendapatkan nilai bagus akan menjadi terkenal di kalangan teman dan gurunya. Tapi anak yang melakukan tugasnya di rumah juga dinilai sukses oleh orang tuanya. Seorang anak yang jujur, berani dan peduli terhadap orang lain akan dinilai sukses juga, walaupun mungkin dia tidak mendapat nilai bagus di sekolah atau sering melakukan tugas rumahnya yaitu membuang sampah misalnya. Anak yang rajin beribadah ternyata juga menjadi sorotan para guru dan menjadi bahan pembicaraan teman-temannya bahkan meraih predikat sukses dari para orang tua murid.
    Kesuksesan memang dipengaruhi oleh banyak hal. Kita dapat membantu anak kita untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat dalam berbagai segi kehidupan. Bagaimana orang tua dan pendidik mengerti tentang potensi sembilan (9) kecerdasan seorang anak serta bagaimana sikap dan tingkah laku orang tua dan pendidik dalam berinteraksi dengan anak ternyata mempengaruhi kesuksesan seorang anak. Untuk meraih sukses juga ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh kecerdasan intelegensia belaka, namun memerlukan banyak keahlian dan melibatkan berbagai bentuk kecerdasan selain IQ yaitu kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
    John Locke dengan teori Tabularasa berpendapat bahwa “Child born like a sheet of white paper a void of all characters”.  Ketika anak lahir, ia diumpamakan sebagai kertas putih yang bersih yang belum ditulisi dengan bakat apapun. Jiwanya masih bersih dari pengaruh keturunan, sehingga pendidik dapat membentukannya menurut kehendaknya. Jadi, orang tua dan pendidik sangat berperan dalam pembentukan bakat, kecerdasan maupun karakter anak.
    Dengan demikian untuk sukses diperlukan juga keinginan orang tua/pendidik untuk dapat sukses dalam mendidik yang kemudian dapat sekaligus mendorong anak untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
D.   Beberapa Faktor yang Menyebabkan kesuksesan orang tua atau pendidik:
1.      Ramah dan menjauhi sifat bengis.
2.     Hatinya penuh kasih sayang.
3.     Tahu bahwa disiplin adalah suatu proses pengajaran. Disiplin bukan hukuman.
4.     Tahu bahwa tingkah laku dan emosi-emosinya mempengaruhi tingkah laku dan emosi-emosi anak.
5.     Tahu bahwa ia adalah contoh tanggungjawab.
6.     Selalu memusatkan perhatian dan energi mereka pada segi-segi tingkah laku anak-anak.
7.     Senang mengajarkan anak untuk berpikir sendiri.
8.     Senang mengajarkan pengendalian diri.
9.     Selalu membina harga dirinya dan menghormati harga diri anak karena ia tahu hal itu penting untuk mengembangkan keyakinan diri dan daya tahan.
10.   Suka belajar dari anak.
11.    Konsisten.
12.   Tenang walaupun sedang marah dan sedapat mungkin menjauhi amarah.
13.   Dapat mengantisipasi maslah.
14.   Tidak membiarkan kenakalan mencegah mereka menikmati kelucuan anak-anak mereka.
15.   Keras tapi positif.
16.   Mempunyai rencana-rencana yang mengajarkan nilai-nilai.
17.   Membatasi diri dalam memberikan nasihat yang baik.
18.    Kompak dalam mengasuh anak.
19.   Memahami bahwa pendidik anak adalah tanggungjawab pribadi ayah dan ibu, bukan tanggungjawab ‘kroyokan’ alias siapa saja yang sempat.
E.   Dalam Membantu Anak Meraih Sukses maka beberapa hal Berikut harus diketahui:
1.      Kenali tanda-tanda adanya kehidupan cerdas dalam kehidupan sehari-hari anak Anda.
v  Senang mengulang-ngulang lirik, sajak, lelucon, dan cerita kata demi kata.
v  Bersiul, bersenandung menyanyikan lagu-lagu iklan, bergumam, mengeluarkan bunyi-bunyi aneh dari mulut atau mengoceh.
v  Mengetuk-ngetukan jari, tongkat atau mainan secara berirama.
v  Menggambar di kaca kamar mandi yang beruap.
v  Membongkar mainan.
v  Mengkoleksi benda.
v  Menciptakan dan bermain teman-teman khayalan
v  Mengubah permainan dengan menerapkan aturan khusus.
v  Meluncur dan berjingkrak-jingkrak dengan menggunakan kaos kaki di lantai dapur.
v  Beraksi di atas sepeda, papan luncur atau sepatu roda.
v  Memutar-mutar tombol radio untuk mencari acara menarik.
v  Menyususn balok kayu atau barang lain lalu meruntuhkannya.
v  Selalu ingin tahu cara kerja berbagai benda.
v  Menirukan bunyi binatang, mesin atau suara-suara aneh lainnya.
v  Mengatur dan mendekorasi ulang sekelilingnya.
v  Suka mendengar cerita yang sama berulang-ulang.
v  Menciptakan tarian dengan iringan musik dari radio, televisi atau CD.
v  Mencapur ramuan-cairan gula atau busa sabun yang dikocok hingga berbusa.
v  Berteman dengan anak-anak yang lebih kecil dan binatang atau memelihara binatang.
2.     Memanfaatkan hasil penelitian yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun tentang cara anak kita belajar:
v  Anak-anak belajar melalui bermain. Pada masa kanak-kanak bermain sama dengan bekerja.
v  Anak-anak belajar melalui pengalaman langsung. Melihat, menyentuh, merasakan, mencium, semuanya merupakan bentuk pembelajaran dini yang baik.
v  Anak belajar berkomunikasi dengan mengobrol.
v  Anak-anak belajar dengan mencoba memecahkan masalah sugguhan.
v  Anak-anak tahu bahwa menyelidik dan menjelajah bermanfaat untuk mereka. Kata kunci untuk itu adalah: “Bagaimana kalau....?”. Aapa yang terjadi jika ....?
3.     Ketahuilah berbagai bantuan yang bisa diberikan oleh orang tua/pendidik:
v  Jadilah pendengar yang baik.
v  Ajukan pernyataan yang bermutu, misalnya:
a.      Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?
b.     Apalagi yang bisa kamu lakukan?
c.      Bagaimana kamu bisa melakukan itu?
d.     Bagian mana yang paling kamu sukai?
e.     Darimana kamu mendapatkan gagasan itu?
v  Jangan membantu apabila anak anda bisa melakukannya sendiri. Biarkan mereka memutuskan sendiri, andaipun anda harus mengikat tangan atau mengigit lidah.
v  Hindari kritikan.
v  Jadilah pengamat yang baik.
v  Jadilah pemandu sorak yang baik (cheer leader)
4.     Sorotilah tingkah laku yang baik
v  Menggunakan umpan balik positif.
v  Menghilangkan tingkah laku buruk dengan menyebutkan tingkah laku yang seharusnya.
v  Menggunakan dorongan.
5.     Jangan berikan es krim dengan gratis.
v  Reward berbentuk kegiatan.
v  Reward yang nyata.
6.     Susun bersama anak surat kontrak untuk satu sikap baik tertentu yang ingin dilatih dalam bentuk diagram.
v  Diagram untuk meningkatkan minat belajar di sekolah (mengulang pelajaran, sikap belajar, mengerjakan PR, dll)
v  Daftar periksa kegiatan harian (misalnya: sholat, sikat gigi, memasukkan sepeda ke garasi, membereskan mainan, dll).
v  Buat kontrak dan tandatangani oleh anak dan orang tua dengan saksi baby sitter misalnya berapa lama anak mengerjakan sebuah tahap sebelum mendapat reward.
F.   Kecerdasan Emosi
   Mengasuh anak dengan kecerdasan emosi adalah jumlah total apa yang kita lakukan yang dapat menciptakan keseimbangan lebih sehat dalam rumah tangga dan hubungan dengan anak- anak. Tindakan kita harus menekankan pentingnya perasaan serta dapat membantu kita dan anak-anak mengatasi rangkaian emosi dan pengendalian diri, bukan dengan tindakan implusif, serta tidak membiarkan diri kita terlalu terbawa perasaan. Mengasuh anak dengan kecerdasan emosi membantu mewujudkan lingkungan yang positif, penuh perhatian dan kaya akan peluang.
   Daniel Goleman dalam bukunya “Emotional Intelegence” berpendapat bahwa ‘kecerdasan emosional’ jauh lebih penting daripada ‘kecerdasan akademik’ dalam mengembangkan kepribadian yang utuh. Dia mengatakan bahwa kontribusi IQ dalam menentuka kesuksesan hidup maksimal 20% sedangkan 80% sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain yang disebut kecerdasan emosional. Pikiran positif dan negatif dapat juga menyebabkan perubahan besar dalam cara otak memproses, menyimpan dan mengambil informasi. Jadi emosi dapat mengubah kemampuan belajar anda.
   Seorang ilmuwan lain yaitu Dr. Candace Pert menemukan susunan molekul emosi yang efeknya ternyata tidak terbatas pada otak, melainkan juga ke seluruh tubuh. Hal ini diperkuat dengan pernyataannya bahwa memori (yang sangat penting dalam belajar) disimpan dalam seluruh bagian tubuh. Dari mana pun informasi baru memasuki tubuh, apakah melalui penglihatan, pendengaran, pengecapan, persentuhan dan pembauan, jejak memori tidak hanya disimpan di dalam otak tetapi juga di dalam tubuh. Jadi dengan memdukan otot dan otak maka proses belajar pun akan menjadi lebih mudah dan sederhana.
   Berikut ini adalah 5 prinsip kecerdasan emosional yang dapat kita coba lakukan untuk keluarga kita:
1.      Sadari perasaan anda dan perasaan orang lain.
2.     Tunjukan empati dan pahami pendapat orang lain.
3.     Atur dan atasi dengan positif perilaku emosional dan implusif anda.
4.     Berorientasi pada tujuan dan rencana positif.
5.     Gunakan keterampilan sosial anda dalam menangani hubungan.


Kiat meningkatkan kecerdasan emosi:
v  Menanamkan disiplin, tanggung jawab dan kesehatan emosional pada anak-anak.
v  Menciptakan keluarga yang saling berbagi, peduli, dan memecahkan masalah.
v  Menggunakan tehnik berbicara agar anak berpikir.
v  Pengarahan diri dan peningkatan diri.
v  Mengurangi tindakan implusif dan peningkatkan pengendalian diri dan keterampilan sosial.
G.   Kecerdasan Spiritual
   Anak-anak terlahir fitrah sehingga dengan demikian anak-anak dapat dikatakan sebagai makhluk spiritual. Secara alami mereka memiliki apa yang selama bertahun-tahun kita coba peroleh kembali. Di tahun-tahun belakangan ini kita sebagai orang tua lebih banyak tahu tentang gizi dan pada generasi sebelum kita. Kita telah berhasil mengenali berbagai gangguan belajar dan teknik-teknik pendidikan baru. Kita berikan fasilitas terbaik yang kita mampu berikan pada buah hati kita. Namun, sering kita mengabaikan inti kepribadian anak-anak kita yaitu spiritualis mereka.
   Spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai dan moral dan rasa memiliki. Spiritualitas memberi arah dan arti pada kehidupan. Spiritualitas adalah kepercayaan akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih besar dari kekuatan diri kita, suatu kesadaran yang dapat menghubungkan kita langsung dengan Allah Rabbul’Alamin.
   Hakikat spiritual anak tercermin dalam kreativitas tak terbatas, imajinasi yang luas, dan pendekatan terhadap kehidupan yang terbuka dan gembira. Spiritualitas bukanlah sesuatu yang harus diajarkan kepada seorang anak karena spiritualitas itu sudah ada di dalam dirinya.
   Semua anak memulai kehidupan dengan rasa takjub bawaan tentang dunia mereka. Mereka sangat intuitif dan terbuka secara alami. Allah itu sama nyatanya bagi mereka seperti Ayah dan Ibu. Di mana ada ketakjuban di sana ada spiritualitas. Hal-hal biasa menjadi luar biasa jika kita menjalani hidup sebagai ibadah. Suatu perjalanan yang menggetarkan jiwa, jika kita menghiasi rutinitas harian kita dengan keajaiban, jika kita menghentikan hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari dan merayakan momen-momen kecil. Kita menguatkan dan mengakui sifat bawaan anak-anak ketika kita ikut merayakan kehidupan bersama mereka.
   Mengasuh anak dengan spiritualitas bukan pekerjaan yang kaku, rumit, dan memerlukan pengetahuan khusus. Tugas ini alami, nyaman, dan dapat diterapkan dalam keluarga sehat manapun, dengan tampilan dan situasi apapun. Orangtua yang penuh perhatian dan kasih sayang adalah orangtua yang spiritual. Merawat visi, pengalaman, sensasi dan impian alami anak anda berarti selalu membuka pintu untuk kegembiraan tak terbatas dan kehidupan spiritual bagi seluruh anggota keluarga anda.
   Spiritualitas ada dalam kehidupan rutin kita bersama anak-anak. Peristiwa sehari-hari, percakapan saat makan malam, saat mengantar anak tidur, saat mengantar atau menjemput anak sekolah, ini semua berpotensi untuk menjadi saat-saat spiritual. Bayangkan pikiran anak anda merekam setiap peristiwa dalam hidupnya, menyerap suasana lingkungannya. Pengalaman ini tersimpan di alam bawah sadar dan jiwanya. Kita tidak dapat memilih ingatan anak kita, tetapi ketika kita menerapkan pendekatan spiritual dalam mengasuh, maka kita memperbesar kemungkinan bahwa ingatannya akan memperkaya hidup dan jiwanya.
Berikut adalah sepuluh prinsip mengasuh anak dengan kecerdasan spiritual:
1.      Tanamkan bahwa Allah memperhatikan kita.
2.     Percaya dan ajarkan bahwa semua kehidupan berhubungan dan bertujuan.
3.     Dengarkan anak anda.
4.     Kata-kata itu penting, gunakan dengan hati-hati.
5.     Izinkan serta doronglah impian. Keinginan, dan harapan.
6.     Beri sentuhan keajaiban pada hal-hal biasa.
7.     Ciptakan struktur yang luwes.
8.     Jadilah cermin positif bagi keluarga anda.
9.     Lepaskan pergulatan yang menekan.
10.   Jadikan setiap hari satu awal yang baru.
          Kiranya uraian di atas dapat memberikan sedikit wawasan bagi orangtua dan pendidik dalam usaha mensukseskan anak dunia dan akhirat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar