Membangun Karakter Anak Melalui Pendidikan
Karakter
Oleh: Nenden Theresia, M.Pd
Pentingnya Membangun Karakter Anak
Anak merupakan individu
yang unik, dan memiliki kekhasan tersendiri. Setiap anak yang lahir memiliki
potensi yang sangat menakjubkan untuk dikembangkan.
Hampir setiap hari kita disuguhi berita tentang tindakan
amoral anak-anak dan remaja. Silih berganti televisi dan surat kabar
memberitakan pemerkosaan yang korban maupun pelakunya siswa sekolah,
mirasantika dikalangan remaja dan anak, tawuran antar sekolah, pengeroyokan,
pencurian, dan pornografi yang ternyata 90% pelaku dan pembuatannya adalah
remaja dan anak-anak.
Kondisi di atas tentu saja mencemaskan berbagai pihak,
terutama orang tua dan pendidik. Thomas Lickona (1992) berpendapat bahwa
terdapat sepuluh tanda perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu
bangsa, yaitu: meningkatnya kekerasan dikalangan remaja; ketidak jujuran yang
membudaya; semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orangtua, guru, dan figur
pemimpin; pengaruh peer group
terhadap kekerasan; meningkatnya kecurigaan dan kebencian; penggunaan bahasa
yang memburuk; penurunan etos kerja; menurunnya rasa tanggung jawab individu
dan warga negara; meningginya perilaku merusak diri; dan semakin kaburnya
pedoman moral.
Setiap orangtua ingin anak-anaknya cerdas dan berperilaku
baik dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka kelak akan menjadi anak-anak
yang unggul dan tangguh menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Perlu
disadari bahwa generasi unggul semacam demikian ini tidak akan tumbuh dengan
sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk
itu, yang memungkinkan potensi anak dapat tumbuh optimal sehingga menjadi lebih
sehat, cerdas, dan berperilaku baik. Dalam hal ini orangtua dan pendidik memegang
peranan yang amat penting.
Suasana penuh kasih sayang, mau menerima anak sebagaimana
adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsangan-rangsangan yang kaya untuk
segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik
adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membangun karakter anak.
Apakah Karakter itu?
Secara harfiah karakter artinya kualitas mental atau moral,
kekuatan moral, nama dan atau reputasi (Hornby dan Parnwell, 1972). Sementara
menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan,
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, seperti tabiat, watak.
Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa, 1997).
Dalam Dorland’s Poket Medical Dictionary (1968) dinyatakan
bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu.
Kemudian di dalam kamus psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian
ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya
mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
Karakter mengacu
pada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors),
motivasi (motivation),
dan keterampilan (skills). Karakter
meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas
intelektual seperti berfikir kritis dan alasan moral dalam
situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang
memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, dan
komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya.
Karakteristik
adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial,
emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang
berusaha melakukan yang terbaik (Battistich, 2008).
Dari beberapa pengertian
tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa karakter adalah kualitas atau
kekuatan mental dan moral, budi pekerti individu yang merupakan kepribadian
khusus yang membedakan dengan individu lain.
Dengan demikian dapat
dikemukakan juga bahwa karakter pendidikan adalah kualitas atau kekuatan mental
dan moral, budi pekerti dari nilai-nilai dan keyakinan yang ditanamkan dalam
proses pendidikan yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada
peserta didik.
Peserta didik dapat
dikatakan berkarakter kuat dan baik jika telah berhasil menyerap nilai dan
keyakinan yang telah ditanamkan dalam proses pendidikan serta digunakan sebagai
kekuatan moral dan spiritual dalam kepribadiannya untuk menjalankan tugas dan
kewajibannya mengelola alam (dunia) sehingga bermanfaat bagi kebaikan dirinya,
keluarganya, masyarakat, dan alam semesta.
Pendidikan karakter
merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik orangtua, keluarga,
sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan karakter tidak
akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan
keharmonisan.
Dengan demikian orangtua
dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan
utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, orangtua dan
keluarga hendaklah kembali menjadi school
of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar
yang penuh cinta sejati dan kasih sayang.
Sedangkan pendidikan
karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan atau
akademis, lebih dari itu yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika,
budi pekerti yang luhur dan sebagainya.
Karakter Dasar
Pendidikan
karakter tidak dapat dipisahkan dari identifikasi karakter yang digunakan
sebagai pijakan. Karakter tersebut disebut sebagai pijakan. Karakter tersebut
disebut sebagai karakter dasar. Tanpa karakter dasar, pendidikan karakter tidak
akan memiliki tujuan yang pasti.
Pendidikan
karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar menjadi
tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter dasar tersebut adalah:
(1) cinta kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya, (2)
tanggung jawab, disiplin dan mandiri, (3) jujur, (4) hormat dan santun, (5)
kasih sayang, peduli, dan kerja sama, (6) percaya diri, kreatif, kerja keras
dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik
dan rendah hati, serta 9) toleransi, cinta damai dan persatuan. Hal ini berbeda
dengan karakter dasar yang dikembangkan di negara lain, serta karakter dasar
yang dikembangkan oleh Ari Ginanjar (2007) melalui ESQ-nya. Perbedaan karakter
dasar tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Perbedaan Karakter Dasar Pendidikan Karakter
KARAKTER DASAR
|
||
Heritage Foundation
|
Character Counts USA
|
Ari Ginanjar A
|
|
|
|
Prinsip Pengembangan
Karakter di Sekolah
Menurut T. Lickona, E. Schpas & C. Lewis (2003),
pendidikan karakter harus didasarkan pada sebelas prinsip berikut:
1. Mempromosikan
nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2. Mengidentifikasi
karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.
3. Menggunakan
pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun rakter.
4. Menciptakan
komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5. Memberi
kesempatan kepada siswa untuk menunujukkan perilaku yang baik.
6. Memiliki
kecakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang
menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk
sukses.
7. Mengusahakan
tumbuhnya motivasi diri pada para siswa.
8. Memfungsikan
seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk
pendidikan karakter dan setia dengan nilai dasar yang sama.
9. Adanya
pembagian kepemimpinan moral dann dukungan luas dalam membangun inisiatif
pendidikan karakter.
10. Memfungsikan keluarga dan
anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
11. Mengevaluasi
karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan
manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.
Strategi Pengembangan
Karakter
Pendidikan
karakter menurut Heritage Foundation
bertujuan membentuk manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu
mengembangkan aspek fisik, emosional, sosial, kreatifitas, spiritual dan
intelektual siswa secara optimal. Salain itu, juga untuk membentuk manusia yang
lifelong learners (pembelajar
sejati).
Strategi
yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan pendidikan karakter adalah
sebagai berikut.
1. Menerapkan
metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif siswa,
yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi siswa
karena seluruh dimensi manusia terlibat terlibat secara aktif
dengan diberikan materi pelajaran yang kongkret, bermakna, serta relevan dalam
konteks kehidupannya (student active
learning, contextual learning, inquiry based learning, integrated learning).
2. Menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif (conducive
learning community) sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam
suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan
semangat.
3. Memberikan
pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan
melibatkan aspek knowing the good, loving
the good, dan acting the good.
4. Metode
pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak,
yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan juga 9 aspek kecerdasan manusia.
5. Seluruh
pendekatan di atas menerapkan prinsip-prinsip Developmentally Appropriate Practices.
6. Membangun
hubungan yang supportive dan penuh
perhatian di kelas dan seluruh sekolah. Yang pertama dan terpenting adalah
bahwa lingkungan sekolah harus berkarakteristik aman serta saling percaya,
hormat, dan perhatian pada kesejahteraan lainnya.
7. Model
(contoh) perilaku positif. Bagian terpenting dari penataan
lingkungan yang supportive dan penuh
perhatian dan penuh perhatian di kelas adalah teladan perilaku penuh perhatian
dan penuh penghargaan dari guru dalam interaksinya dengan siswa.
8. Menciptakan
peluang bagi siswa untuk menjadi aktif dan penuh makna termasuk dalam kelas dan
seluruh sekolah. Sekolah harus menjadi lingkungan yang lebih demokratis
sekaligus tempat bagi siswa untuk membuat keputusan dan tindakannya.
9. Mengajarkan
keterampilan sosial dan emosional secara esensial. Bagian terpenting dari
peningkatan perkembangan positif siswa termasuk pengajaran langsung
keterampilan sosial-emosional, seperti mendengarkan ketika orang lain
berbicara, mengenali dan mengelola emosi, menghargai perbedaan,
dan menyelesaikan konflik melalui cara lemah lembut yang menghargai kebutuhan
(kepentingan) masing-masing.
10. Melibatkan
siswa dalam wacana moral. Isu moral adalah esensi pendidikan anak untuk menjadi
prososial, moral manusia.
11. Membuat
tugas pembelajaran yang penuh makna dan relevan untuk siswa.
12. Tak
ada anak yang terabaikan. Tolok ukur yang sesungguhnya dari
kesuksesan sekolah termasuk pendidikan ‘semua’ siswa untuk mewujudkan seluruh
potensi mereka dengan membantu mereka mengembangkan bakat khusus dan
kemampuan mereka, dan dengan membangkitkan pertumbuhan intelektual, etika, dan
emosi mereka.
Bagaimana Membangun
karakter Anak?
Berdasarkan sembilan
karakter dasar menurut Heritage Fondation, maka dapat dibangun karakter sebagai
berikut:
A.
Bertanggung
Jawab
Anak yang bertanggung jawab dapat melaksanakan apa yang
dijanjikannya sehingga ia dapat dipercaya. Anak masing-masing bertanggung jawab
atas perbuatan, perkataan, pemikiran, dan pilihan sendiri. Berikut adalah tiga
langkah yang bisa membantu membuat pilihan-pilihan lebih baik:
1.
Berpikirlah
sebelum berbuat.
Sebelum memutuskan
melakukan sesuatu, pikirkanlah apa yang mungkin terjadi setelahnya. Anak yang
berpikir sebelum berbuat dapat terhindar dari masalah. Ia bisa saja berkata
dalam hati: “ Haruskah aku menelepon dulu ke rumah? Kalau aku tidak langsung
pulang, nanti ibu khawatir atau marah. Bisa-bisa aku dihukum, atau mungkin ibu
tidak percaya lagi kepadaku”.
2.
Kumpulkan
fakta-faktanya.
Selalu ada fakta untuk
direnungkan. Anak bisa saja bertanya “Haruskah aku memberitahukan ibu dulu?”
Tanyakanlah kepada anak “Apa sajakah pilihan yang ada?”.
3. Putuskanlah
pilihan mana yang paling baik bagi anak dan yang benar dilakukan.
Mempunyai banyak
alternatif pilihan. Contoh: Anak memilih ikut temannya, padahal seharusnya ia
bisa menolak. Seharusnya ia bisa menelepon dulu ke rumah. Mungkin ia malah bisa
mengajak temannya ke rumah. Tetapi ia ingin temannya senang. Karenanya ia lupa
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pilihan terbaik itu tidaklah selalu
yang paling mudah. Tetapi anak akan lebih baik seandainya ia telah memilih.
Orangtua dan pendidik
dapat membantu anak membiasakan diri dengan membuat rencana harian atau akhir
pekan seperti langkah-langkah berikut ini:
1.
Tuliskan segala hal yang perlu anak kerjakan.
2.
Tuliskanlah kapan masing-masing tugas itu harus
dikerjakan.
3. Tuliskanlah hal-hal yang perlu anak kerjakan untuk
masing-masing tugas tersebut.
4.
Buatlah rencana cadangan.
Berikut adalah contoh
rencana yang bisa anak buat bagi dirinya sendiri:
Pekerjaan atau Tugas
|
Harus selesai kapan
|
Apa yang kubutuhkan
untuk mengerjakannya
|
Rencana cadangan
|
1.
Membaca buku pelajaran hal 12
|
Kamis (baca senin malam)
|
Ingat, siapkan bukunya!
|
Baca selasa malam kalau ternyata senin malam
diajak ayah ke acara paman
|
2.
Membersihkan sisa makanan kucing
|
Senin, Rabu, Jum’at (sebelum
pulang sekolah)
|
Tempat sampah baru
|
Kerjakan setelah pulang sekolah kalau pagi
tidak sempat
|
6 Cara Untuk Membuat Pilihan-pilihan Yang
Bertanggung Jawab:
C H O I C E
1.
Renungkanlah (Consider) apa yang mungkin terjadi, berpikirlah
sebelum berbuat.
2.
Bantulah (Help) diri bertanggung jawab dengan membiasakan
diri terorganisasikan.
3.
Patuhilah (Obey) aturan-aturan dan hukum di rumah, di
sekolah, dan di komunitas.
4.
Abaikanlah (Ignore) ide-ide buruk yang muncul. Gantilah apa
yang sedang anak kerjakan atau pikirkanlah sesuatu yang baik sebagai gantinya.
5.
Pilihlah (Choose) pilihan yang terbaik bagi anak maupun bagi
sesama, yang terasa benar dalam hati.
6.
Raihlah (Earn) kepercayaan sesama dengan menunjukkan
bahwa anak bisa diandalkan.
|
B.
Jujur
Anak telah bersikap jujur
ketika ia mengatakan yang sebenarnya atau tidak berbohong dan memperlakukan
orang lain secara adil.
6 Alasan Yang Baik
Untuk Mengatakan Yang Sebenarnya
1.
Mengatakan yang sebenarnya itu memungkinkan orang mengetahui apa yang
sesungguhnya terjadi.
2.
Mengatakan yang sebenarnya itu memungkinkan orang tidak disalahkan atas
sesuatu yang tidak mereka perbuat.
3.
Biasanya anak mengalami lebih sedikit masalah kalau mengatakan yang
sebenarnya daripada kedapatan berbohong.
4.
Teman-teman, orangtua, keluarga, dan guru-guru akan mempercayai anak
dan hormat kepadanya kalau anak mengatakan yang sebenarnya.
5.
Adalah lebih mudah mengatakan yang sebenarnya.
6.
Mengatakan yang sebenarnya membantu anak merasa senang dan damai dalam
hati.
|
Tiga hal penting yang
perlu orangtua dan pendidik lakukan untuk memberikan contoh agar anak bersikap
jujur, yaitu: Bersikap apa adanya, bersikap tulus, dan bersikap dapat
dipercaya. Berikut ini 6 cara yang seharusnya dilakukan orangtua dan pendidik;
6 Cara Untuk Menjadi Orang Jujur:
H O N E S T
1.
Pertahankanlah (Hold on) diri anda yang sesungguhnya. Selalu apa
adanya tentang siapa anda.
2.
Akuilah (Own Up) kesalahan-kesalahan yang anda perbuat,
seandainyapun anda takut mendapatkan masalah. Ingatlah bahwa berbohong itu
menuntun anda kepada masalah yang lebih parah.
3.
Janganlah pernah (Never) berdiam diri kalau harus mengatakan yang
sebenarnya. Kalau anda mengetahui tentang suatu kebohongan dan tidak
mengatakan apapun, maka anda membiarkan kebohongan itu berlanjut.
4.
Raihlah (Earn) kepercayaan sesama dengan memenuhi
janji-janji anda kepada mereka dan dengan tidak pernah menipu. Kembalikan
apapun yang anda pinjam, dan janganlah pernah mengambil apapun tanpa meminta
izin.
5.
Berhenti (Stop) dan berpikirlah tentang apa yang
sesungguhnya terjadi sehingga anda bisa menceritakannya dengan sebenarnya.
Juga pikirkanlah tentang apa yang mungkin terjadi kalau anda tidak mengatakan
yang sebenarnya.
6.
Katakanlah (Tell) kepada anak, bahwa anda telah berjanji
untuk selalu mengatakan yang sebenarnya.
|
C.
Hormat
Terhadap Sesama
Sikap hormat adalah
kepedulian yang khusus. Anda bisa menghormati orang yang anda kenal baik, dan
juga orang yang sama sekali tidak anda kenal itu karena bagian dari sikap
hormat adalah menghargai sesama manusia.
Sikap hormat dapat
ditunjukkan dengan cara:
1.
Menghormati Diri Sendiri
2.
Menghormati Sesama
3.
Menghormati Perbedaan
4.
Menggunakan Tatakrama
5.
Menghormati Harta Benda
6.
Menghormati Alam dan Makhluk Hidup Lainnya
7.
Menghormati Hukum, Kepercayaan, dan Adat Isiadat
7 Cara Untuk Menunjukkan Sikap Hormat:
1. Ulurkanlah (Reach out) tangan kepada sesama dan pelajarilah tentang kepercayaan dan adat
istiadat mereka.
2. Nikmatilah (Enjoy) perbedaan diantara orang-orang, itulah
yang menjadikan kehidupan menarik.
3. Tunjukkanlah (Show) sikap hormat terhadap aturan dan hukum
dengan mematuhinya.
4. Gunakanlah (Put on) tatakrama yang sebaik mungkin.
Berbicaralah dengan sopan, bantulah sesama, dan pilihlah kata-kata yang baik.
5.
Makanlah (Eat) makanan yang bergizi, tidur dan olah raga yang cukup, pelajari
kebiasaan-kebiasaan sehat, dan hormatilah dirimu sendiri.
6. Bersikaplah peduli (Care) terhadap tanaman, hewan, udara, dan air
yang dibutuhkan makhluk hidup.
7. Perlakukanlah (Treat) harta benda kepunyaan sendiri atau pun
kepunyaan orang lain dengan hati-hati.
|
D.
Peduli
Peduli adalah bagaimana
anda saling memperlakukan sesama dengan baik. Menunjukkan kepedulian artinya
bersikap baik hati, mau berbagi, menolong, dan memberi.
6 Cara Untuk Menjadi Semakin Peduli
C A R I N G
1.
Pedulikanlah ( Care) anak. Bersikaplah baik hati, membantu, dan
mau berbagi.
2. Tanyakanlah (Ask) kabar anak dan kegiatan anak hari itu. Jadilah pendengar yang baik.
3. Hormatilah (Respect) anak, sesama, harta benda, hewan,
tumbuhan, serta bumi.
4.
Libatkanlah (Include) anak dalam kegiatan yang bisa ia lakukan
bersama.
5.
Jangan pernah (Never) mendendam.
6.
Memberilah (Give). Bantulah anak merasa senang membantu
orang lain.
|
E.
Mandiri
dan Percaya Diri
Kebebasan melakukan
kebutuhan sendiri adalah mandiri. Berkat percaya diri, anak dapat melakukan
sendiri kebutuhannnya, mempertimbangkan pilihannya dan membuat keputusan
sendiri. Beberapa cara agar anak mandiri dan percaya diri:
1. Sebutkan beberapa hal yang dapat anak lakukan
sendiri. Tanyakan bagaimana perasaan anak kerena mampu melakukan beberapa hal
sendiri?
2. Sebutkan beberapa hal yang anak ingin dapat
melakukannya sendiri. Tanyakan bagaimana anak belajar untuk melakukan hal itu?
3. Nyanyikanlah lagu anak dan menambahkan bait dengan
keterampilan baru, mintalah anak memberikan versi tambahan. Bicarakan tentang
berapa banyak anak telah belajar melakukan berbagai hal bagi dirinya sendiri
dan betapa mandiriya mereka.
4.
Pikirkan beberapa hal yang anak tidak pernah
melakukannya sendiri.
5.
Kembangkan keahlian bahasa anak dan teruskan diskusi
tentang sikap mandiri dan percaya diri dengan melemparkan kata-kata berikut:
·
Melakukan sendiri
·
Kebebasan
·
Mandiri
·
Percaya diri
·
Keputusan
·
Pilihan
·
kepercayaan
6.
Berikan anak kesempatan untuk memecahkan masalah dan
membuat keputusan.
7.
Biarkan anak melakukan beberapa hal sendiri.
8.
Dukung dan bantulah anak untuk mandiri secepat
mungkin.
9.
Ajaklah bermain dan melakukan kegiatan yang dapat
dimainkan sendiri.
10. Pujilah kemandirian anak.
F.
Adil
Keadilan artinya
memperlakukan sesama seperti yang anak ingin diperlakukan. Itu artinya berusaha
memberi semua hak dan peluang seperti yang anak punyai. Untuk dapat bersikap
adil, anda harus memperlakukan anak dengan sikap tidak memihak dan memperlakukan
anak lain secara wajar. Orang yang adil biasanya mempunyai pandangan jujur di
dalamkehidupan sehari-hari dan di dalam situasi khusus.
Beberapa cara agar anak
dapat bersikap adil: Berbagi dan bergantian, putuskan untuk tidak cemburu, dan
menghormati semua orang.
4 Cara Untuk Memperlakukan Sesama dengan Adil:
F A I R
1. Temukanlah (Find) Cara-cara untuk berbagi, bergantian, dan
tidak terlalu cemburu.
2. Tanyakanlah (Ask) kepada anak apa yang bisa anak perbuat untuk membnatu menjadikan
segalanya lebih adil.
3.
Libatkanlah (Involve) anak lain dalam permainan dan kegiatan
anak.
4.
Hormatilah (Respect) anak lain.
|
G.
Toleransi
Toleransi adalah menghargai
keberagaman manusia, berbagai nilai positif, serta bermacam peran manusia yang
memiliki latar belakang, suku, agama, negara, dan budaya yang berbeda. Sikap
toleransi merupakan
kesiapan untuk saling menghormati perbedaan dan perilaku yang dimiliki orang
lain, melalui proses belajar yang di cirikan dengan sikap menghormati, menerima
perbedaan gender, etnik, ras, budaya, kelas sosial, agama, dan menghargai hak
asasi manusia serta menghormati pentingnya hidup damai.
Berbicara dengan anak
mengenai beberapa ide tentang toleransi seperti di bawah ini:
1. Pikirkan mengenai sesuatu yang anak kerjakan atau
percayai yang berbeda dengan temannya. Tanyakan bagaimana perasaan anak
mengenai perbedaan ini?
2. Apakah pernah ada orang yang menertawakan anak
karena anak berbeda? Bagaimana perasaannya? Dan apa yang ia lakukan?
3.
Kembangkan keahlian bahasa anak dan teuskan diskusi
tentang toleransi dengan melempar kata-kata berikut:
·
Penerimaan
·
Penghargaan
·
Perbedaan
·
Seragam
·
Multikultural
·
Toleransi
4. Ketika anak berselisih dengan temannya, bantulah
mereka mengenali perasaan mereka dan cobalah ajak anak membayangkan perasaan
anak lainnya. Toleransi bermula dari menempatkan diri anak di tempat anak lain.
Bacakanlah buku yang menawarkan kesempatan melihat sesuatu dari persfektif lain
dan diskusikan bagaimana perbedaan tersebut.
5. Masukkan beberapa kegiatan yang terfokuskan pada
pengenalan kesamaan dan perbedaan.
6.
Doronglah anak untuk menggambarkan tradisi yang
mereka lakukan dirumah, saat perayaan. Ajak anak untuk memperhatikan
keseragaman cara merayakan pada hari yang sama dan juga kebebasan memilih yang
terlibat di dalam suatu perayaan.
7. Doronglah anak mencoba sesuatu yang baru dan
menerima aturan yang baru. Semakin banyak pengalaman yang mereka miliki,
semakin luas wawasan mereka.
H.
Mau
Bekerjasama
Kerjasama artinya bekerja
atau bermain bersama dengan damai demi tercapainya tujuan umum. Bekerjasama
untuk mencapai suatu sasaran adalah salah satu cara manusia bekerja. Berbicaralah
dengan anak mengenai kerjasama seperti di bawah ini:
1.
Apa yang pernah anak dan temannya lakukan bersama?
2. Nyanyikan “The More We Get Together”. Bicarakan
tentang banyak hal yang anak dapat lakukan bersama. Cari perbedaan antara
melakukan sesuatu sendiri dan bekerja dalam kelompok.
3.
Kegiatan apa yang anak lakukan di rumah atau di
sekolah yang dibantu orang lain?
4.
Pikirkan suatu pekerjaan yang setiap anggota
keluarga dapat melakukannya. Apa yang terjadi jika hanya seorang yang melakukan
semua pekerjaan tersebut? Dapatkah semua orang melakukan pekerjaan tersebut?
5.
Buatlah daftar pekerjaan yang tidak dapat anak
kerjakan sendiri.
6.
Mainkan permainan yang memerlukan kerjasama
Di bawah ini salah satu contoh format untuk membangun otot-otot karakter
anak:
Nama: Stella
Tanggal:
20 April 2015
Otot Karakter yang ingin dibangun:
Peduli
|
Kesimpulan
Berbagai bentuk kejahatan
dan tindakan tidak bermoral di kalangan anak dan remaja menunjukkan bahwa anak
didik kita belum memiliki karakter yang baik. Hal ini mengindikasikan perlunya
perlunya pendidikan karakter yang sesuai untuk anak, yang tidak sekedar
pengetahuan dan doktrinasi, tetapi lebih menjangkau wilayah emosi. Dalam proses
pembentukan manusia berkualitas, pendidikan karakter amat diperlukan agar
manusia bukan hanya mengetahui kebajikan (knowing the good), tetapi juga
merasakan (feeling the good), mencintai (loving the good), menginginkan
(desiring the good) dan mengerjakan kebajikan (acting the good).
Metode pendidikan melalui
otak kiri dengan hafalan konsep (memorization in learning), latihan mekanik
dalam bentuk drill, harus diubah dengan metode yang lebih menekankan pada otak
kanan dengan perasaan, cinta, serta pembiasaan dan amalan kebajikan di dalam
keluarga maupun sekolah.
Pendidikan karakter sangat
baik apabila telah dimulai sejak dini, termasuk dalam wilayah formal, informal,
dan nonformal. Pendidikan karakter pada usia dini sangat membutuhkan contoh
(modelling) dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari (habit). Dalam wilayah
pengetahuan emosi, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui cara-cara yang
sesuai Developmentally Appropriate Practices (DAP), yaitu pendidikan yang
sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
Kiranya uraian di atas
dapat memberikan sedikit wawasan bagi orangtua dan pendidik untuk usaha
membangun karakter anak sejak usia dini.
Semoga......
Daftar Pustaka
Abdul Aziz, Hamka, Pendidikan
Karakter Berpusat pada Hati, Jakarta, Al-Mawardi,
2011
Agustian, Ari Ginanjar, Rahasia
Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual:
ESQ, Jakarta, Arga, 2007
Alwisol, Psikologi Kepribadian,
Malang, UMM, 2006
Battistic, Victor, Character
Education, Prevention, and Positive Youth Development,
Illinois: University of Missouri, St. Louis, 2007
Law Nolte, Dorothy & Haris Rachel, Children Learn What They Live (Terj), Batam, Interaksara,
2003
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta, Character Building Tinjauan Berbagai Aspek, Yogyakarta, Tiara
Wacana, 2008
Lewis.A, Barbara, Character
Building untuk Anak-anak, Jakarta, Kharisma, 2004
Lickona, T, Educating for
Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility, Bantam Books, New York, 1992
Lickona, T, Schaps, E., & Lewis, C, CEP’s Eleven Principles of Effective Character Education, Washington, DC: Character Education Partnership,
2003
Megawangi, Ratna, Membangun SDM
Indonesia melalui Pendidikan Holistik Berbasis
Karakter, Versi Web, 2006
Priyatna, Andri, Parenting for
Character Building, Jakarta, Elex Media, 2011
Schiller, Pam, &
Bryant Tamera, 16 Moral Dasar Bagi Anak,
Jakarta, Elex Media, 2002
Sujiono, Bambang, &
Nurani Yuliani Sujiono, Mencerdaskan
Perilaku Anak Usia Dini,
Jakarta, Elex Media, 2005
Tillman, Diane, Living Values Parent Groups: A Facilitator
Guide, Jakarta, Grasindo, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar