"MENDIDIK
DENGAN HATI”
Menemukan
Kembali Pendidikan Yang Manusiawi
Oleh:
Nenden
Theresia, M.Pd
“Semua anak itu
cerdas. Bila guru tidak dapat menemukannya dalam diri anak, artinya guru tidak
bisa menggali potensi anak. Maka mendidik dengan hati adalah kunci untuk
menggali dan menemukan potensi cerdas anak didik.”
Mendidik adalah sebuah proses. Proses untuk mengembangkan dan
mengaktualisasikan potensi yang terbaik dalam diri anak didik. Mendidik dengan hati tujuannya hanya satu, yakni
terjadinya kesinambungan antara otak dan hati. Kesinambungan antara otak dan
hati ini adalah manifestasi spiritualitas yang merupakan kunci mendidik dengan
hati. Kegiatan dan hasil pembelajaran di sekolah akan jauh berbeda antara
pendidikan kognitif dan pendidikan hati. Ini tidak berarti bahwa pendidikan
formal tidak bisa menjadi pendidikan hati, sebab hati manusia dibawa ke mana
pun ia pergi dan beraktivitas. Hati merupakan bagian tubuh dari manusia yang
selalu menuntun ke jalan yang benar. Bukan rahasia lagi, bahwa anak yang
membenci gurunya akan takut dan cemas ketika berada di sekolah, bahkan tidak
mau ke sekolah. Sekolah menjadi pengalaman traumatik bagi anak. Itulah fakta
yang sering terjadi di lingkungan pendidikan kita saat ini.
Kekuatan pancaran dan dampak hati dari guru kepada anak ikut menentukan
perkembangannya, bahkan sampai seumur hidup. Jika demikian, alangkah pentingnya
makna pembelajaran dan pendidikan dari guru, bukan hanya pengajaran yang memancarkan
ilmu dan fakta (transfer ilmu semata) melainkan pancaran hati sanubari yang
merupakan kekayaan bathin seorang pendidik. Bahasa hati atau bahasa kalbu
melebihi bahasa tubuh. Bukan kepandaian guru semata dalam mengajar melainkan
harus ada unsur “welas asih”.
Jika kita pahami lebih dalam
mengenai makna pendidikan itu sendiri, adalah upaya sadar orangtua dan lembaga
pendidikan untuk mengenalkan anak (peserta) didik kepada Allah SWT, Tuhan yang
telah menciptakannya, agar dia bisa menggunakan seluruh potensi yang telah
Allah SWT anugerahkan, beribadah kepada-Nya dalam rangka mensyukuri nikmat-Nya,
dan untuk berbuat baik kepada sesama dengan selalu mengutamakan kemuliaan
akhlak.
Pendidikan dapat dikatakan sebagai
sebuah proses pembelajaran, memang tidak cukup hanya sekedar mengejar masalah
kecerdasan saja. Berbagai potensi anak didik juga harus mendapatkan perhatian
yang proporsional agar berkembang secara optimal. Karena itulah aspek rasa atau
emosi maupun keterampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama
untuk berkembang.
Sejalan dengan hal tersebut, Ki
Hajar Dewantara mengenalkan kepada kita istilah cipta, rasa, dan karsa. Aspek cipta yang berhubungan dengan otak dan
kecerdasan, aspek rasa yang berkaitan dengan emosi dan perasaan, serta karsa
atau keinginan maupun keterampilan yang lebih bersifat fisik.
Sementara itu, Benyamin Bloom
(1956) mengemukakan konsep kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikenal
dengan istilah Taksonomi Bloom. Pengertian
kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam Taksonomi Bloom ini membagi adanya 3
domain, ranah atau kawasan potensi manusia dalam belajar.
Manusia memiliki berbagai
karakteristik, yaitu kualitas yang menunjukkan cara-cara khusus dalam berpikir,
bertindak, dan merasakan dalam berbagai situasi. Karakteristik ini sering
dikelompokkan menjadi tiga kategori utama. Pertama, karakteristik kognitif yang
berhubungan dengan cara berpikir yang khas. Kedua karakteristik afektif, yaitu
cara yang khas dalam merasakan atau mengungkapkan emosi. Ketiga karakteristik
psikomotor yang berhubungan dengan cara bertindak atau berperilaku yang khas.
Karakteristik afektif memiliki
beberapa kriteria. Pertama, harus melibatkan perasaan dan emosi seseorang.
Kedua, harus bersifat khas. Ketiga, merupakan kriteria yang spesifik, harus
memiliki intensitas, arah, dan target (sasaran). Yang dimaksud dengan
intensitas adalah tingkat atau kekuatan perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat
daripada yang lain. Misalnya “sayang” lebih kuat daripada “suka”. Tambahan
lagi, beberapa orang memiliki perasaan yang lebih tajam daripada yang lain.
Arah perasaan dapat dibedakan menjadi positif atau negatif, atau perasaan baik
dan tidak baik. Misalnya, senang adalah perasaan yang baik atau positif,
sedangkan benci merupakan perasaan tidak baik atau negatif. Anak Usia Dini
seharusnya merasa senang ketika berada di sekolah, bukan sebaliknya merasa
cemas.
Perlu dipahami bahwa pengembangan
karakteristik afektif pada anak didik memerlukan upaya secara sadar dan
sistematis. Terjadinya proses kegiatan belajar pada ranah afektif dapat
diketahui dari tingkah laku anak yang menunjukkan adanya kesenangan belajar.
Perasaan, emosi, minat, sikap dan apresiasi positif menimbulkan tingkah laku
yang konstruktif dalam diri anak (Kelly, 1965).
Perasaan dapat mengontrol tingkah
laku, sedangkan pikiran (kognisi) tidak. Perasaan dan emosi memiliki peran
utama dalam menghambat atau mendorong proses pembelajaran dalam diri anak. Oleh
karena itu, ranah afektif perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran.
Lemahnya pendidikan afektif di sekolah disebabkan oleh berbagai faktor. Salah
satu faktor penyebab tersebut ialah guru-guru merasa kurang mantap dalam
merumuskan tujuan afektif. Sebab lainnya, tujuan afektif lebih sulit diukur
daripada tujuan kognitif. Untuk itulah kita harus kembali memahami makna mendidik dengan hati agar terjadi kesinambungan antara
otak dan hati dalam proses pembelajaran.
Guru
dapat memberikan suatu keyakinan kepada anak, bahwa mereka mampu berprestasi,
mereka bisa berkreasi, mereka dapat melakukan yang terbaik, dan bahwa mereka
adalah anak-anak yang cerdas. Berikan kepada mereka suatu kebebasan berekspresi
dan bereksplorasi dalam berbagai bidang yang mereka minati. Yakinlah bahwa
dengan memberikan kasih sayang kepada mereka sebagaimana kita menyayangi anak
kita sendiri dan dengan pembimbingan yang tulus serta curahan perhatian dari
kita selaku pendidik, mereka akan mampu menjadi manusia seutuhnya yang cerdas
secara intelektual maupun cerdas secara emosi dan spiritualnya sehingga dapat
melakukan sesuatu secara positif dan bermanfaat bagi diri, keluarga, dan
masyarakatnya.
Wallahu’alam Bi
Showab....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar